Rabu, 20 November 2013

Gunung Penanggungan

Gunung Penanggungan 




Gunung Penanggungan, merupakan gunung berapi yang sedang tidur atau sedang dalam keadaan tidak aktif. Gunung Penanggungan sering disebut miniatur Semeru, karena jika di lihat kondisi puncaknya sangat tandus, mirip Semeru. 

Ketinggian sekitar 1.653 mdpl, puncak penanggungan terdiri dari bebatuan cadas dan jarang di tumbuhi pohon, hingga jika di lihat dari kejauhan mirip kepala botak tanpa rambut. Pada malam hari, udara di puncak berkisar sekitar 10 - 15 derajat sedangkan pada siang hari berkisar sekitar 15 - 25 derajat. Dari kaki sampai lereng bawah Gunung Penanggungan berupa hutan lindung dengan jenis tanaman rimba seperti jempurit, kluwak, ingas, kemiri, dawung, bendo, wilingo dan jabon. 

Di bawah tegakan pohon-pohon raksasa ini, tumbuh tanaman empon - empon seperti kunir, laos, jahe dan bunga - bunga kecil. Lebatnya pepohonan menyebabkan udara di sini terasa lembab, sinar matahari tidak sepenuhnya menembus tanah. Sampai di lereng atas ditumbuhi caliandra, yang bercampur dengan jenis Resap, Pundung dan Sono.

Caliandra merah tampak mendominasi, tumbuh lebat hampir menutup permukaan tanah, walaupun pertumbuhannya kerdil di tengah hamparan rumput gebutan. Demikian juga keadaan di puncak; hanya akar rumput gebutan yang mampu tumbuh menerobos kerasnya batuan padas Gunung Penanggungan. Keadaan medan Gunung Penanggungan tidak berbeda dengan gunung - gunung lain : datar, landai, miring, berbukit dan berjurang. Di kaki gunung, keadaan medannya landai sampai sejauh 2 km. Naik ke atas kemiringannya berkisar 30 - 40 derajat. 

Di bagian perut gunung agak curam, berkisar 40 -50 derajat sepanjang 1 km. Sampai di dada gunung, banyak jurang - jurang dengan kemiringan berkisar 50 -60 derajat; tanahnya berbatu sepanjang 2 km dari dada, leher sampai puncak gunung. Medannya amat curam, berbatu, licin dan kemiringannya berkisar 60 -80 derajat sepanjang 1,5 km. sampai di puncak, batu - batu padas nampak di sana - sini. Di puncak terdapat lembah, barangkali semacam kawah yang sudah tidak aktif lagi. Luasnya sekitar 4 ha. Tempat ini biasanya dimanfaatkan untuk base camp. 

Tempat yang nyaman untuk menikmati keindahan pada malam hari. Untuk mencapai puncak Gunung Penanggungan terdapat banyak jalur.  arah pendakian yaitu via Trawas, Jolotundo, Ngoro, Tamiajeng, Pandaan. Bagi pendaki yang memilih start dari Desa Jolotundo dan Ngoro, di sepanjang jalan akan melewati candi - candi peninggalan purbakala. Yang memilih start dari Desa Trawas dan Pandaan hampir tidak menjumpai peninggalan purbakala. 


Jalur Trawas 

Untuk mencapai Trawas, dari Surabaya atau Dari Malang naik bis menuju Pandaan, naik lagi Minibus menuju ke Trawas. 

Selama perjalanan jalan yang dilalui sudah beraspal. Dari Desa Trawas,Mojokerto,kita menuju ke desa Rondokuning ( 6 km ) dengan kendaraan roda 4 atau roda 2. Dari desa Rondokuning melewati jalan setapak hutan alam menuju ke puncak Penanggungandengan memakan waktu sekitar 3 jam. Sepanjang jalan, pendaki akan melihat pemandangan dari celah - celah lebatnya pohon kaliandra, puncak Gunung Bekel yang merupakan anak Gunung Penanggungan terlihat angker. Rumah - rumah penduduk, pabrik - pabrik, sawah - sawah terlihat di bawah. 

Jalur Jolotundo 

Untuk mencapai Jolotundo dari Trawas naik lagi minibus sekitar 9 Km. Desa Jolotundo merupakan salah satu desa yang berada dekat dengan puncak Gunung Penanggungan ( 6,5 Km ). Pendakian lewat Jolotundo membutuhkan total waktu 3 jam. Perjalanan tidak melewati pedesaan, tetapi langsung menyusup ke dalam hutan alam. kemiringan medannya 40 derajat, melewati jalan setapak.

 Di kanan - kiri terdapat pohon - pohon besar. Hati - hati, di sekitar sini banyak jalan setapak yang menyesatkan. Setelah perjalanan memakan waktu 1 jam, hutan alam terlewati, berganti memasuki hutan caliandra yang amat lebat dengan jalan menanjak. Berjalan sekitar 30 menit pendaki melewati Batu talang, sebuah batu yang panjangnya 7 km tanpa putus, bersumber dari leher Gunung Penanggungan yang memanjnag seperti talang air menerobos hutan sampai ke Desa Jolotundo dan Desa Balekambang. Dari Batu talang, terus menyusup hutan caliandra. Sekitar 300 m, sampailah di Candi Putri, sebuah candi peninggalan Airlangga yang berukuran 7x7x4 m dalam keadaan tidak utuh. 

Candi Putri ini dikelilingi oleh hutan caliandra yang sangat lebat. Dari Candi Putri, sekitar 200 m sampai di Candi Pure, yaitu sebuah candi yang berukuran 7x6x2 m terbuat dari batu andesit. Dari Candi Pure, sekitar 150 m sampai di Candi Gentong. Disini terdapat meja. Candi gentong dan meja sebenarnya bukan candi, tetapi menurut masyarakat setempat dinamakan candi. Candi Gentong merupakan peninggalan kuno yang terbuat dari batu kali. Posisinya bersebelahan. 

Gentong terletak di sebelah Utara, meja terletak di sebelah selatan tetapi dalam 1 lokasi. Gentong berdiameter 40 cm bagian mulut dan 90 cm bagian perut, tebal 15 cm. Setengan badannya terpendam di dalam tanah. Sedangkan meja panjang 175 cm, lebar 100 cm dan tinggi 125 cm. Setelah melewati Candi Gentong, perjalanan dilanjutkan menyusur ke atas. Lebih kurang berjalan 50 m sampai di Candi Shinto. Keadaan candi sangat memprihatinkan, panjang 6 m, lebar 6 m, tinggi 3 m, terletak di hutan wilayah RPH Seloliman. Setelah melewati hutan kurang lebih 300 m akan ditemui candi lagi, yaitu Candi Carik dan sekitar 300m Candi Lurah. Dan sampailah di puncak. 

Jalur Ngoro 

Untuk mencapai Ngoro bisa dari arah Pandaan atau dari Arah Mojokerto. Dari arah Pandaan naik minibus jurusan Ngoro sedangan dari arah Mojokerto naik minibus menuju arah Ngoro. Desa Ngoro lebih mudah dicapai lewat Mojokerto karena terletak di tikungan jalan jurusan antara Japanan, Mojosari, Kabupaten Mojokerto; persisnya di kaki Gunung Penanggungan sebelah Utara. 

Dari desa Ngoro kita menuju ke desa Jedong ( 6 Km ) dengan kendaraan angkutan pedesaan lalu perjalanan di teruskan menuju dusun Genting sekitar 3 Km. 

Masyarakat Desa Genting sebagaian besar penduduknya suku Madura. Dari dusun Genting, pendaki naik ke atas memasuki hutan lindung, melewati jalan setapak menyusur ke atas, kemudian menurun dan melewati Candi wayang dan sekitar 2 km menuju puncak dengan medan yang sangat miring antara 70 - 80 derajat. Jalur lewat desa Ngoro ini lebih sulit dibandingkan dengan jalur desa Jolotundo.

Jalur pendakian Tamiajeng
setelah pos jalur jolotundo ( kawasan seloliman) anda bisa lurus menuju daerah tamiajeng yang kebetulan searah dengan jolotundo.. di kawasan tamiajeng ini anda cukup memarkirkan kendaraan ke pemilik warung dengan biaya Rp.15.000. nah disini  siapkan perbelakan, air, nasi bungkus dll. jalur ini cukup singkat sekitar 3-4 jam saja

ketika memilih jalur tamiajeng usahakan untuk tidak membawa beban terlalu berat karena track perjalanan super extreem nanjak abisssss... pada awal perjalanan sekitar 3 km masih landai sedikit menanjak namun masih enjoy  banyak kebun dan masyarakat yang melakukan aktifitas di kebun.

Ketika memasuki hutan dengan jalan cekungan seperti sungai kering disinilah perjalanan sesungguhnya dimulai,  jalan licin berbatu dengan kemiringan sadis memaksa kita untuk lebih sering berhenti. karena sama sekali tidak ada jalan landai, bahan beberapa bagian anda harus memakai gaya spiderman untuk melewati beberapa batu besar yang menghalangi jalan. namun pada jalur ini jelas dan tidak menyesatkan seperti jolotundo.
( jadi teringat dengan tanjakan po3 di semeru hehehehehehe)

nah setelah lama melihat tanjakan, rangkaian bebatuan kita sampai pada sebuah landaian seluas 500 m2 (Puncak Bayangan). landaian ini biasa digunakan sebagai camp peristirahatan sebelum ke puncak bagi yang mendaki malam dan pada pagi jam 4 anda bisa melanjutkan ke puncak penanggungan..

wah jadi mirip semeru nih yang pake ngecamp di arcopodo..

dari puncak bayangan anda kembali di suguhkan tanjakan nan extreem ke pucak penanggungan..
namun rasa lelah dan letih akan segera terbayar dengan pemandangan yang luar biasa, mahakarya Sang Pencipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar