Kamis, 06 Februari 2014

Dekapan Mistis Gunung Arjuno

Mt.ARJUNO Via PURWOSARI

Trip gunung Arjuno kali ini mengambil jalur purwosari, dimana sekian banyak pendaki gunung arjuno enggan menapakkan kaki melaui jalur ini karena nuansa mistisnya yang kental.

Gunung Arjuna dengan ketinggian 3.339 mdpl, sejak jaman Majapahit sudah dijadikan tempat pemujaan. Seperti halnya gunung penanggungan yang terletak tidak begitu jauh dari gunung arjuna ini, keduanya banyak memiliki peninggalan sejarah berupa bangunan pemujaan.

Dilereng-lereng gunung Arjuna yang berketinggian 3.339 mdpl tersebut banyak terdapat arca maupun candi peninggalan kerajaan Majapahit. Situs-situs kuno dan bersejarah ini banyak berserakan mulai dari kaki gunung sampai di puncak gunung arjuna Situs-situs Candi dan patung pemujaan peninggalan Jaman Majapahit itu hanya dapat dijumpai di jalur pendakian Purwosari, yakni tepatnya dari desa Tambak watu kec. purwodadi, kab. pasuruan. Suasana angker dan penuh magis masih menaunginya, karena situs-situs tersebut masih sering didatangi para pejiarah untuk bermeditasi dan berdoa, terutama para penganut kejawen, sehingga situs-situs kekunaan di gunung Arjuna ini terawat dan terjaga dengan baik.

  SEJARAH
Konon, Arjuna pernah melakukan pertapaan di sebuah gunung dengan sangat khusyuk semala berbulan-bulan. Kemudian tubuhnya mengeluarkan sinar dan memiliki kekuatan yang luar biasa, hingga membuat Kahyangan kacau.


Kawah Condrodimuko menyemburkan laharnya, bumi berguncang, petir menggelegar di siang hari, hujan turun dan menimbulkan banjir, dan gunung tempat Arjuna bertapa terangkat ke langit.
Para Dewa yang khawatir, maka melakukan tindakan untuk menghentikan pertapaan dari Arjuna tersebut. Kemudian Batara Ismaya diturunkan ke bumi dengan menjelma menjadi Semar. Dengan kesaktiannya, Semar memotong puncak gunung tempat Arjuna bertapa dan melemparkannya ke tempat lain.
Kemudian Arjuna terbangun dari pertapaannya dan mendapat nasehat dari Semar untuk tidak melakukan pertapaan lagi. Kemudian tempat pertapaan tersebut disebut Gunung Arjuna, dan potongannya diberi nama Gunung Wukir.

MEMULAI PERJALANAN
Start kami mulai dari desa Tambakwatu 1.000 mdpl. 31 Januari 2014 pukul 11.30 WIB, menuju ke Pos perijinan yang di kelola oleh pemerintahan Desa. Keramahan penduduk lokal menjadi ciri khas yang tidak kita jumpai di badian daerah lain, tegur sapa dan norma adat kesusilaan yang masih terjaga. Sepanjang berpapasan dengan penduduk lokal, tegur sapa dan senyum selalu menghiasi.

"Hati-hati, jangan kepuncak dulu, bahaya sedang badai di puncak, 2 orang pendaki belum balik sudah 2 minggu tersesat" tegas petugas perijinan
" diatas ada 1 pendaki yang meningal sedang dalam perjalanan dari pos 2 Tampuono" tambah beliau

ya memang waktu itu pos perijinan sedang ramai oleh polisi dan orang yang ternyata keluarga seperti yang di tegaskan petugas diatas. 2 orang di beritakan hilang dan 1 orang dinyatakan meninggal. semakin menciutkan nyali.. pengalaman pribadi, perasaan sering banget ketemu ama orang meninggal kalo pas mendaki gunung, bakat jadi pak Mudin kali ya hehehe :D

perjalan kami lanjutkan menyusuri tanjakan ringan diantara hutan pinus dan perkebunan kopi  penduduk.Suasana tenang, adem, ayem dan wingit mulai terasa begitu memasuki kawasan ini...sriwinngg  srwiinggg... Di tengah perjanana menjuju Pos I kami berpapasan dengan tim yang mengusung jenasah pendaki yang meninngal. penghormatan terakir kami berikan melalui doa.

tidak lama kemudian kami singgah di POS 1 Pertapaan ANTABOGA
sekedar tambahan jalur purwosari dijadikan sebagai medan pelatian KOSTRAD ARJUNA,  maka tidak heran jika banyak bangunan yang bertuliskan kostrad sebagai indentitas bangunan


Pada Pos 1 S di ketinggian 1.300 mdpl kita akan disuguhkan sebuah monumen Naga Antaboga
 kita bisa jumpai sebuah gua yang bernama Gua Antaboga. Goa ini berada di bawah tebing batu menghadap utara,dengan kedalaman 1,5 m, lebar 1 m, serta mempunyai ketinggian 1,25 m.  lengkap dengan Pondokan dan sarana MCK.

Setiap Jum’at Legi khususnya pada bulan Syuro, goa ini banyak di kunjungi pejiarah sebagai tempat untuk mencari ketenangan hidup. Mereka membakar hio atau dupa serta menabur bunga tiga warna yang digunakan untuk sesajen selagi para peziarah itu memohon doa. Di pondokan ini kami berteduh dari gerimis dan melepas lelah sejenak

Siapa itu Eyang Antaboga?

Dalam pewayangan Jawa, Antaboga adalah raja ular yang hidup di dasar bumi yang mengasuh Wisanggeni. Perwujudannya adalah naga dengan mahkota memakai badhong berambut dan memakai baju (biasanya berwarna merah) serta mengenakan kalung emas.

Sanghyang Antaboga atau Sang Hyang Nagasesa atau Sang Hyang Anantaboga atau Sang Hyang Basuki adalah dewa penguasa dasar bumi. Dewa itu beristana di Kahyangan Saptapratala, atau lapisan ke tujuh dasar bumi. Dari istrinya yang bernama Dewi Supreti, ia mempunyai dua anak yaitu Dewi Nagagini dan Naga Tatmala. Dalam pewayangan disebutkan, walaupun terletak di dasar bumi, keadaan di Saptapratala tidak jauh berbeda dengan di kahyangan lainnya.

Sang Hyang Antaboga adalah putra Anantanaga. Ibunya bernama Dewi Wasu, putri Anantaswara. Walaupun dalam keadaan biasa Sang Hyang Antaboga serupa dengan ujud manusia, tetapi dalam keadaan triwikrama, tubuhnya berubah menjadi ular naga besar. Selain itu, setiap 1000 tahun sekali Sang Hyang Antaboga berganti kulit (mrungsungi).

 

Dalam pewayangan, dalang menceritakan bahwa Sang Hyang Antaboga memiliki Aji Kawastrawam, yang membuatnya dapat menjelma menjadi apa saja sesuai dengan yang dikehendakinya. Antara lain ia pernah menjelma menjadi garangan putih (semacam musang hutan atau cerpelai) yang menyelamatkan Pandawa dan Kunti dari amukan api pada peristiwa Bale Sigala-gala.

Putrinya, Dewi Nagagini menikah dengan Bima, orang kedua dalam keluarga Pandawa. Cucunya yang lahir dari Dewi Nagagini bernama Antareja atau Anantaraja.

Sang Hyang Antaboga mempunyai kemampuan menghidupkan orang mati yang kematiannya belum digariskan, karena ia memiliki air suci Tirta Amerta. Air sakti itu kemudian diberikan kepada cucunya Antareja dan pernah dimanfaatkan untuk menghidupkan Dewi Wara Subadra yang mati karena dibunuh Burisrawa dalam lakon Subadra Larung.

Ada pula yang menyatakan bahwa Antaboga adalah tali energi yang menghubungkan manusia melalui cakra mahkota dengan Sang Maha Pencipta. Pemahaman ini dikenal dikalangan para penganut spiritual kejawen.

Melanjutkan perjalanan
Perjalanan selanjutnya ke pos II TAMPUONO.
sepanjang perjalanan kami masih bertemu dengan ladang penduduk, di jalur inilah para pendaki sering tersesesat, karena akan kita jumpai beberapa jalan yang bercabang. nah temen kita yang sering ke arjuno aja katanya  masih sempet nyasar.
sedikit tips sebaiknya ikuti saja pipa air yang tersalur sepanjang jalan. karena pipa air ini yang akan menuntun kita ke Pos II Tampuono

Punden persimpangan ke arah pos II tampuono dan eyang madrem
Dengan melewati jalan setapak yang terus menanjak, sementara di kiri kanan jalan nampak semak belukar yang masih rapat dan beberapa bunga liar, sampailah di persimpangan punden Eyang Madrem.


Perjalanan dari Goa Antaboga, Punden Eyang Madrem bisa ditempuh sekitar satu jam dengan berjalan kaki.Situs ini hanyalah berupa cungkup yang beratap genteng dengan luas sekitar 1,5 x 1,5 m, berdiri di atas sebuah pondasi batu bata setinggi 3 m. Diatasnya terdapat batu andezit yang disusun berjejer tiga. Sementara di dekat batu tersebut di sediakan tempat kemenyan untuk para peziarah yang ingin berdoa di situ. Dari pondasi batu bata, sebelum menuju tempat utama punden, terlihat tangga batu yang teratur rapi.
perjalanan mulai masuk ke hutan, banyak kita temukan sisa bakaran dupa di sepanjang pejalanan, sebagaimana mereka berusaha menghormati kekuatan alam


Setiba di pelawangan Pos II kami di sambut oleh gonggongan anjing ..
ternyata Shirooooo....  rupanya kamu sudah besar. ya begitu kami memanngilnya, anjing hitam yang terkesan garang dan galak, namun cukup bersahabat dengan kami.
shiro & his wife




Di Pos II terdapat situs petilasan Eyang Abiyasa . Jalan setapak disekitar situs ini ditata rapi dengan semen dan dikiri kanan jalan dibentuk taman-taman yang sangat rapi dan bersih.
Petilasan inilah yang dijadikan pusat bagi para penganut aliran kepercayaan untuk berkumpul dan mengadakan ritual pada bulan Suro. Dalam bilik petilasan ini tidak terdapat arca maupun batu yang bisa dijadikan tanda peninggalan kerajaan. Tapi bagi yang beruntung mereka dapat melihat patung Eyang Abiyasa tersebut.
Goa Naga geni

Pelataran Sendang Dewi Kunti
Tangga Menuju Petilasan POS II


Terdapat kolam Dewi Kunti konon jika airnya diminum dapat memberikan keluhuran jiwa serta selalu ingat Hyang Kuasa. Di sini juga terdapat beberapa pondokan yang dibangun untuk pejiarah. Sekitar 50 meter agak ke bawah dari kedua petilasan ini terdapat situs Eyang Sekutrem.
Petilasan ini dinaungi oleh pohon-pohon besar sehingga dari kejauhan sudah nampak kesan wingit dan angker. Petilasan Eyang sekutrem juga berupa kamar yang tertutup tembok. Lebar bangunan tersebut sekitar 2,5m x 2m. Di dalamnya ada sebuah arca yang terbuat dari batu andezit dengan tinggi sekitar 70 cm. Di petilasan ini selalu dinyalakan hio dan dupa yang menyebarkan bau harum.

Melanjutkan perjalanan
30 menit dari Pos II Tampuono kita akan menjumpai petilasan Eyang SAKRI ( POS III)
Petilasan ini berupa cungkup tertutup menghadap ke barat, terbuat dari kayu. Di dalamnya terdapat semacam makam batu yang membujur ke utara selatan.
Petilasan Eyang Sakri
Pria yang di belakan Gw tuh survivor yang ilang selama 2 minggu ama bapaknya yang turunya bareng ama kita (serius)


Siapa itu Eyang Sakri?
Pada hari-hari tertentu petilasan Eyang Sakri di lereng Gunung Arjuna ini menjadi salah satu tempat untuk “mengolah rasa” bagi beberapa penganut Kejawen. Letaknya satu kawasan degan Petilasan Eyang Abiyasa dan Eyang Sekutrem.

Punden Eyang Sakri



Jika di runut dari bawah, di lereng Arjuna terdapat beberapa petilasan yaitu: Eyang Antaboga, Eyang Abiyasa, Ayang Sekutrem, Eyang Sakri, Eyang Semar, Eyang Sri Makutharama dan petilasan Sepilar. Menurut mitosnya, lereng Gunung Arjuna ini dijaga oleh Bambang Wisanggeni (Salah satu tokoh wayang yang merupakan anak dari ARJUNA dengan Bathari Dresanala-Putri Bathara Indra). Jika melihat nama-nama diatas yang merupakan nama-nama tokoh dalam dunia pewayangan, kemungkinan besar yang dimaksud dengan Eyang Sakri disini adalah Bambang Sakri. Berikut ini adalah sedikit cerita tentang Bambang Sakri dalam dunia pewayangan.

Bambang Sakri dalam dunia pewayangan merupakan putra tunggal dari Resi Sekutrem dengan Dewi Nilawati, dari pertapaan Retawu, puncak Gunung Saptaarga. Dia lahir bertepatan dengan terbentuknya telaga di gunung tersebut yang kemudian dikenal dengan Telaga Retawu. Bambang Sakri gemar bertapa dan berburu. Dia sangat sakti dan mahir menggunakan senjata panah. Bambang Sakri menikah dengan Dewi Sati, putri Prabu Partawijaya, raja dari negara Tebelsuket. Dari perkawinan itu, dia memperoleh putra bernama Palasara.

Oleh ayahnya Sakri diserahi padepokan Retawu. Resi Sekutrem kemudian menetap di pertapaan Girisarangan. Setelah palasara dewasa, Padepokan Retawu oleh Sakri di serahkan pada Palasara. Dia kemudian menetapdi Pertapaan Argacandi (salah satu dari tujuh puncak gunung Saptaarga). Bambang Sakri banyak berjasa pada Dewata dan Kahyangan Suralaya, karena itu ia diberi gelar Bathara.


Melanjutkan perjalanan
 Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri punggung bukit yang agak terjal dangan menembus jalur yang membelah padang alang-alang dan hutan lebat, tanjakan bebatuan besar dan terjal. beberapakali kami harus beristirat untuk menormalkan detak jantung. perjalan sangat berat ke POS IV.
akhirnya kami memasuki kawasan Alas Tengah,  kawasan hutan rimbun tertutup kabut yang sedikit tersentuh cahaya matahari. di alas tengah ada petilasan yang mana hampir semua para pendaki takut untuk singgah.


Hutan alas Tengah

Petilasan Alas Tengah

Track  Perjalanan
SERAAAMMM..... !!!!  itu hal pertama yang kami rasakan, perjalanan melalui beberapa tanjakan hingga sampai di ketinggian 2100 mdpl. akhirnya kita sampai di POS IV EYANG SEMAR.

Punden Eyang Semar




Di sini bisa dilihat arca Eyang Semar yang menghadap ke Timur. Tempat ini merupakan persinggahan Eyang Semar ketika mengantar Wisnu yang akan bertapa di Makutarama. Tempat ini terkenal paling angker, hindari menginap dilokasi ini, meskipun di sekitar situs ini terdapat tiga buah pondok dan sebuah aula yang dibangun oleh para pejiarah. Selain itu para pejiarah juga membuat bak penampungan air. Dengan selang plastik mereka mengalirkan air yang berasal dari sendang drajad.

namun karena cuaca hujan yang cukup deras akhirnya kami memutuskan bermalam di Pos IV Eyang semar bergabung dengan para pendaki dan peziarah. Canda tawa,cerita dan hangatnya persahabatan mengisi malam dan mengusir hawa dingin.

yah... Satu Jiwa.. itu semboyan kami sebagai anak gunung, digunung kami manusia ciptaan TUHAN..
agama, ras, harta, jenis kelamin dll tidak akan membedakan kami. Karena tujuan kami adalah mencari kedamaian

malam hari aroma dupa semakin kuat. memang petilasan Eyang semar banyak di jadikan jujukan bagi para peziarah yang ingin melakukan ritual dengan waktu cukup lama, 3 hari - 90 hari

Melanjutkan perjalanan
POS V MAHKUTOROMO


Dengan berjalan sekitar 30 menit akan sampai di Wahyu Makutarama, yaitu tempat bertapa Dewa Wisnu. Petilasan ini berupa bangunan andesit yang berukuran 7 x 7 m dengan tinggi sekitar 3 meter. Di bangunan batu ini terdapat dua buah Mahkota raja yang berdampingan. Ini merupakan sebuah simbol kebesaran dari seorang raja jaman duhulu.

 Nah sesuai himbauan petugas perijinan agar hanya sampai pos V saja maka kami akan bermalam dan mengakhiri perjalanan hanya sampai di sini.Terdapat sebuah pondok di sebelah kiri situs ini. Dengan ukuran cukup luas bisa menampung sekitar 50 orang berdinding dan beratap ilalang. Kita akan disambut oleh Juru kunci Situs Mahkutoromo, Mbah TO  (Parto). begitu kami memanggilnya, sosok kejawen berambut gondrong dengan keramahan. Beliau dengan senang hati merawat semua pendaki yang berkenan untuk mampir di pondokan.
Mbah Parto (tengah)
Kuncen Mahkutoromo

Situs watu kursi


pada waktu itu dalam pondokan datang orang berbaju doreng dengan memikul sesuatu, ternyata mereka tim yang menjemput pendaki yang dikabarkan hilang selama 2 mingu. ( yang kebetulan akan bareng waktu turun ke pos perijinan)
Bersama Tim SAR

Dari Mahkutoromo kami memutuskan untuk berkeliling menikmati keindahan lereng arjuno

Hutan di sekitar mahkutoromo

Dengan berjalan menempuh jarak sekitar 100 meter ke arah kiri akan kita dapati sebuah sungai dengan batu-batu yang besar. kami menyebutnya SENDANG PUTRI . lokasini dahulunya adalah lintasan erupsi gunung arjuno, bisa dipastikan ini adalah jalur mengalirnya lava panas, bisa dilihat dari dinding dan dasaran yang sebagian besar terbentuk dari batu vulkanik. Bermeditasi di atas batu besar di sungai ini sambil memandangi puncak Mahameru, akan membawa kita menerawang ke puncak para Dewa. Bila di musim penghujan sungai ini akan dialiri air dan membentuk air terjun yang sangat indah dan dapat digunakan untuk mandi dan tapa kungkum (berendam). sungguh ecxotis
 






 

 Sementara itu di seberang sungai ini terdapat hutan tropis yang masih lebat, yang banyak dihuni menjangan, lutung, elang jawa dan satwa liar lainnya.

Dari Makutarama, berjalan ke atas lagi untuk mencapai puncak tertinggi yang merupakan tempat muksanya Pandawa yakni Puncak Sepilar. Candi sepilar ini dikawal oleh sembilan arca yang menggambarkan raksasa yang sedang mengawal Pandawa. Arca ini terdapat di bawah candi Sepilar tersebut. Suasana angker dan menyeramkan sangat terasa, terutama bila kita melakukan pendakian pada malam hari. Kita akan berjalan meniti jalan setapak yang dikelilingi patung-patung buto (raksasa).
Candi Sepilar


Diatas candi ini dulunya ada arca, tapi kal ini degan sangat terkejut ternyata arca tersebut sudah hilang. Menurut cerita teman ternata arca tersebut telah dicuri


Gate of  Sepilar Temple



Arca di sekitar candi sepilar

Di Sepilar inilah juga terdapat Pasar Setan atau Pasar Dieng seperti halnya di Gunung Lawu atau Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Bila dari Sepilar, menuju arah kanan menyusuri satu bukit, sampailah di Candi Wesi. Semasa Bung Karno masih muda dan belum menjadi Presiden RI, beliau sering ke Candi Wesi ini.
Di sini bisa dilihat tiga arca Pandawa, dahulunya terdapat lima buah patung namun patung Nakula dan Sadewa telah hilang dicuri.


Di sebelah kiri bangunan Candi Sepilar bisa dilihat sebuah kuburan, yang menurut cerita merupakan merupakan tempat muksanya Eyang Semar.

Pada bulan Suro tempat ini banyak didatangi para penganut aliran Kejawen untuk memohon doa bagi keselamatan hidupnya. Di sebelah kanan situs ini di bangun sebuah pondokan oleh para pejiarah untuk menginap. Sekitar 100 meter ke arah kanan terdapat sumber mata air yang disebut sendang drajad.
Mata Air Sendang Drajad
dari sendang drajad menyusup melaluli lereng dengan hutan yang rimbun kita akan menjumpai situs CANDI GONG, lengkap dengan pondokan

gerbang Candi Gong


jika perjalanan diteruskan mengitari bukit kita akan sampai ke CANDI WESI....
CAndi WESI

Punden di sekeliling candi Wesi


Nah disinilah tempat tongkrongan Soekarno muda dulu, tempat beliau mengolah rasa. di sekeliling candi ini banyak terdapat reruntuhan batu andesit yang cukup berumur, dan sebuah pondokan berdinding papan

ternyata masih banyak candi dan situs yang kita temukan di pungung Gunung arjuno dengan kisahnya
dan sayangnya kita harus turun bersama tim SAR Lokal dengan membawa kenangan dan rasa penasaran yang mendalam untuk menguak sisi mistis gunung ini. Beberapa situs masih belum terbuka dan tersembunyi dalam timbunan tanah dan lebatnya hutan gunung Arjuno.

GUNUNG ARJUNA DARI SISI DIMENSI ASTRAL
Di sisi lain dalam dimensi berbeda, terdapat 2 medan energi berlawanan yang lumayan kuat, medan energi ini terbentuk karena faktor alam dan keyakinan masyarakat yang datang dengan berbagai tujuan di tempat ini.

Seperti kita ketahui bahwa kita tidak sendiri di dunia ini, bentuk-bentuk astral yang kami temui cukup ramah dan bersahabat (salam untuk semua makluk -/\- ).... dengan semua pitutur dan kata yang bijak selalu mengingatkan tentang kebesaran Sang Pencipta
  Dari sini mengajarkan kita untuk menghormati bentuk - bentuk kehidupan lain tanpa harus melupakan Asal Yang Sejati
Beberapa bagian dari jalur ini memiliki gerbang dimensi seperti di sepilar yang mengarah ke dimensi yang lebih tinggi, sehingga banyak sekali makluk astral berwujud resi yang ada di seliling candi ini.
Babagan disini sangat halus dan tersamarkan, sehingga cakra ajna manusia pun tidak cukup untuk menembusnya. Perlu pecapaian arti kata Manunggal lan Nyawiji (dalam makna luas) sebagai bentuk terbukanya cakra mahkota suatu makhluk ciptaan

Dalam bentuk lain dari dimensi yang sama terdapat sebuah komunitas besar kehidupan bermasyarakat  dan berkelompok selayaknya manusia.
Sesuai dengan kodrat ciptaan Tuhan bahwa semua diciptakan berpasangan, siang malam, panas dingin dll.
Begitu pula dengan petilasan di gunung arjuno yang menyimpan semua sejarah, tatanan, norma dan RASA, untuk menuju ke penyatuan diri kepada Tuhan ( Positif)
terdapat pula sekelompok makluk yang diantaranya mengemban tugas sesuai janji untuk mencelakakan golongan manusia (Negatif). Yaitu manusia yang melenceng dari jalur tatanan positif untuk mengarah ke penyatuan rasa kepada Sang Hyang Maha Pencipta Jagad Raya. Adalah manusia-manusia yang tidak dapat menundukkan ambisi

Beberapa kisah juga kami dapatkan dari perjalanan ini, sebuah cerita dari dimensi lain yang mengisahkan tentang penjalanan anak-anak manusia untuk sebuah Pencerahan dan Pencapaian Sejati.

**mohon maaf karena belum bisa dengan leluasa menuliskan kisah tersebut secara umum

Our life on earth is a great gift. Let us celebrate this gift by being as happy as True Source means us to be, by opening our beautiful hearts and by letting the Love and Light radiate to all.

Thanks True Source 


SERAT MAHKUTOROMO



Sopo wae sing biso nompo Mahkuto Romo Ismoyo yo ing kono margane dadi sarono sing biso mujudake jeroning projo biso ayem tentrem , gemah ripah loh jinawi , murah kang sarwo tinuku , subur kang sarwo tinandur amargo wis biso nindakake opo isi wedaran serat Mahkuto romo .
dene isinipun serat Mahkutoromo nggih meniko :
kang kapisan :
Manungso kudu gelem jujur
1. jujur marang awake dewe
2. jujur marang sepadane
3. jujur marang alam
4. jujur marang Kadang Papat Kalimo Pancer
5. jujur marang Gusti kang Moho Kuoso

kang kapindo
Manungso kudu gelem adil
1. adil marang awake dewe
2. adil marang sepadane
3. adil marang alam
4. adil marang Kadang Papat Kalimo Pancer
5. adil marang Gusti kang Moho Kuoso

kang katelu
Manungso kudu biso nduweni guru yoiku Guru Sejati .

kang kapapat
Manungso kudu biso ngerti , ngerteni , lan nglakoni opo sing wis kaserat sak jerone Kitab Marto Broto Ati . 

kang kalimo
Yen manungso wis biso nglampahi koyo ing nduwur mau iku lagi kasebut "SATRIO UTOMO"
* Jalmo tan keno kiniro
* Jalmo kang asifat Dewo
amargo wis ngagem Mahkuto Romo .







Kalau meneruskan perjalanan mendaki lagi, sampailah di Candi Mangunggale Suci. Candi ini hanyalah sebuah batu yang ditata seperti pondasi yang di atasnya terletak sebuah marmer yang bertuliskan huruf jawa dan di bawahnya lagi tertulis Sura Dira Jaya Diningrat Lebur Dining Pangastuti ( Kejahatan pasti kalah oleh kebaikan).



monumen Jawa Dwipa


Dan di bawah tulisan ini tersebutlah nama Maha Resi Agung Prawira Harjana. Orang ini adalah pengikut setia Bung Karno.

Dari Candi Manunggale Suci, kita berjalan ke arah kiri mendaki bukit terjal diantara pohon-pohon pinus. Dengan menyusuri punggungan bukit, jalan setapak berada di pinggiran jurang dalam yang berbatuan, dan deru angin kencang serta kabut yang sering muncul, menambah seramnya suasana.
Mendaki di jalur ini harus ekstra hati-hati terutama bila dilakukan di malam hari. Setelah berjalan sekitar 1 jam kita berbelok ke kanan mengikuti alur punggung bukit yang semakin terjal dan berbatu-batu. Dari tempat ini kita bisa melihat jurang dalam yang sangat indah, sesekali nampak elang jawa terbang mencari makan. Puncak gunung Arjuna juga kelihatan di depan mata.


Dengan berjalan sekitar 2 jam menyusuri punggung bukit yang berbatuan kita akan sampai di pertemuan dua buah punggung bukit, kemudian kita menyusuri lereng jurang yang mengitari puncak Arjuna. 1/2 jam kemudian dengan mengitari puncak arjuna yang banyak batu besarnya kita akan tiba di pertemuan jalur purwosari dan jalur Lawang.

Selanjutnya kita harus menempuh padang rumput yang banyak ditumbuhi bunga edelweis, jalur ini sangat terjal melintasi tanah yang berdebu, sekitar 1/2 jam kita akan sampai di puncak gunung arjuna yang disebut puncak Ogal-agil atau puncak Ringgit, sebelumnya kita harus melewati batu-batuan yang berserakan. Para pejiarah membangun undak-undakan yang tersusun dari batu-batu andesit yang ditata rapi, untuk melangkah ke puncak Gn.Arjuna.

Puncak Arjuno ( tanpak puncak gunung welirang)

Bukit Ogal Agil
Mbah Sampuri, Sesepuh Spiritualis Green Backpacker Nusantara



Disekitar puncak gunung Arjuna banyak terdapat batu-batu besar yang berserakan, di sebelah utara puncak berupa jurang terjal berbatu-batu yang sangat indah. Sangat disayangkan batu-batu besar di puncak gunung Arjuna ini telah dicemari oleh coretan-coretan tangan-tangan mereka yang mengaku “Pecinta Alam”.
Ke arah barat tampak di depan kita gunung Welirang yang selalu mengeluarkan asap, disamping gunung Welirang ke arah Barat Laut tampak gunung penanggungan yang runcing sempurna, dengan puncak yang menyerupai gunung semeru.

Kearah timur kita dapat menyaksikan puncak gunung semeru yang sangat menawan. Di sebelah selatan kita berdiri gunung Kawi dan gunung Anjasmoro.

Di puncak gunung Arjuna terdapat sebuah batu yang berbentuk singasana (kursi) yang sering dikunjungi para pejiarah untuk membakar hio dan dupa. Pada batu ini terdapat gambar cakra dan tulisan jawa yang berarti Maha Kuasa, disinilah tempat bertahta penguasa Alam Gaib gunung Arjuna, Jangan coba-coba untuk duduk atau menginjak batu ini, agar terhindar dari celaka.